Analisis bingkai

Analisis bingkai (terkadang disebut juga analisis pembingkaian atau analisis framing) adalah salah satu metode analisis media, seperti halnya analisis isi dan analisis semiotika.[1] Secara sederhana, pembingkaian (framing) adalah membingkai sebuah peristiwa, atau dengan kata lain pembingkaian digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan atau media massa ketika menyeleksi isu dan menulis berita.[1]

Pembingkaian merupakan metode penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan penonjolan pada aspek tertentu.[2] Penonjolan aspek-aspek tertentu dari isu berkaitan dengan penulisan fakta.[3] Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis.[3] Hal ini sangat berkaitan dengan pamakaian diksi atau kata, kalimat, gambar atau foto, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.[3]

Analisis bingkai digunakan untuk mengkaji pembingkaian realitas (peristiwa, individu, kelompok, dan lainnya) yang dilakukan oleh media massa.[3] Pembingkaian tersebut merupakan proses konstruksi, yang berarti realitas dimaknai dan direkonstruksi dengan cara dan makna tertentu.[3] Akibatnya, hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih diperhatikan, dianggap penting, dan lebih mengena dalam pikiran khalayak.[3] Dalam praktiknya, analisis ini banyak digunakan untuk melihat bingkai (frame) surat kabar, sehingga dapat dilihat bahwa masing-masing surat kabar sebenarnya meiliki kebijakan politis tersendiri.[3]

Analisis bingkai sebagai suatu metode analisis teks banyak mendapat pengaruh dari teori sosiologi dan psikologi.[4] Dari sosiologi terutama sumbangan pemikiran Peter L. Berger dan Erving Goffman, sedangkan teori psikologi terutama berhubungan dengan skema dan kognisi.[4]

Analisis bingkai termasuk ke dalam paradigma konstruksionis.[4] Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya.[4] Konsep konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Berger.[5] Menurut Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan.[4] Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi.[4]

  1. ^ a b Sobur. Alex. 2001. Analisis Teks Media. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  2. ^ Sudibyo. Agus. 2001. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LkiS.
  3. ^ a b c d e f g Kriyantoro. Rachmat. 2006. TEKNIK PRAKTIS RISET KOMUNIKASI. Jakarta: KENCANA PRENADA MEDIA GROUP.
  4. ^ a b c d e f Eriyanto. 2002. ANALISIS FRAMING: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LkiS
  5. ^ M. Poloma. Margaret. 1984. SOSIOLOGI KONTEMPORER. Jakarta: CV Rajawali

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search